#ContactForm1 { display: none ! important; }

Thursday 18 August 2016

[FACTS] Miao Mi Birthday Stars

Hola!

Saya sempat berbulan-bulan tidak dapat mengakses blog maupun akun-akun media sosial, terhitung sejak awal Februari 2016. Sudah enam bulan, berarti, ya. Astaga!

Meskipun jadi tidak eksis di dunia maya, tetapi selama enam bulan ini saya jadi banyak menyimak perkembangan dunia lewat beberapa aktivitas dan juga interaksi dengan banyak orang; mulai dari anak-anak hingga dewasa. Tsah... Hahaha.

Berhubung klien dan/atau pasien saya kali ini lebih banyak orang dewasa, mahasiswa-mahasiswa di tempat saya mengajar juga pastinya orang dewasa, jadi di sini saya akan lebih banyak membahas tentang anak-anak. Ada beberapa hal menarik yang saya temukan dan sepertinya sayang untuk tidak sekalian saya bahas di sini. Misalnya, tentang beberapa anak teman-teman saya, yang berusia rata-rata sekitar 3-5 tahun; sedang aktif-aktifnya, mulai banyak sekali membentuk minat di segala bidang, dan segala tingkah polah lucunya mereka. Perhatian saya banyak terfokus pada anak-anak yang minat bacanya tinggi sekali, walaupun tanpa reinforcement alias usaha segala macam dari orang tua, simply karena mereka meniru dari apa yang mereka lihat seha ri-hari di rumah -- setidaknya dari salah satu figur orang tua yang mereka lihat gemar membaca. Selain itu, saya juga concern pada anak-anak yang mulai tertarik untuk belajar bahasa asing, juga tanpa reinforcement segala rupa dari orang tua. Rasanya, seru, seru sekali melihat antusiasme anak-anak ini. Bayangkan jadi orang tua mereka; pasti senang sekali melihat anak yang antusiamenya tinggi dalam belajar dan mengolah minat sedini mungkin. Saya yang practically outsider saja senangnya bukan main dalam mendengar dan menyaksikan sendiri anak-anak tersebut. Jadi teringat beberapa klien lama saya juga.

Nah, khusus untuk anak-anak yang sudah tertarik untuk belajar bahasa asing, salah satu bahasa asing yang mereka mulai pelajari adalah bahasa Mandarin. Saya pun teringat dengan salah satu saluran televisi yang diperuntukkan untuk anak dan baru saya ketahui keberadaannya beberapa saat lalu, yaitu Miao Mi.

Mungkin sudah ada yang mengetahui bahwa Miao Mi merupakan saluran hiburan Mandarin mendidik yang didedikasikan untuk anak-anak berusia 3-6 tahun di kawasan Asia dan sekitarnya. Miao Mi menayangkan konten program anak berkualitas tinggi dan terpercaya di kawasan Asia. Tidak perlu khawatir akan tidak mengerti bahasa Mandarin, ya, karena tayangan di Miao Mi 100% disulih-suarakan dengan bahasa lokal dari setiap negara, dengan tujuan dapat menghibur anak-anak melalui latar belakang mereka. Jika orang tua ingin anak sekalian belajar bahasa Mandarin, tenang saja, Miao Mi menyediakan pilihan supaya orang tua dapat mengganti pilihan audio bahasa Mandarin untuk menambah pengalaman belajar Mandarin anak. Sajian karakter dan cerita di Miao Mi pastinya menarik dan mendidik. Anak-anak pasti tertarik untuk menyaksikan dan orang tua bisa lega karena Miao Mi benar-benar menawarkan sarana hiburan bagi anak yang terpercaya, bersifat mendidik, dan dapat memperluas wawasan anak sesuai dengan sudut pandang unik yang menjadi ciri khas Asia. 

Miao Mi bisa disaksikan di Indovision (Ch 38) atau Okevision (Ch 66). Sok atuh, kalau belum punya saluran televisi Miao Mi sementara sudah berlangganan Indovision maupun Okevision, bisa segera update. Setahu saya, Miao Mi dapat diakses secara eksklusif di Indovision paket Galaxy, Super Galaxy, dan Venus. Bagi yang berlangganan Okevision, Miao Mi sudah tersedia di paket Basic.

Lalu...

Ada event menarik yang ditawarkan oleh Miao Mi, nih, sekarang. Namanya, Miao Mi Birthday Stars.

Miao Mi Birthday Stars

Melalui event Miao Mi Birthday StarsMiao Mi mengajak orang tua; Ayah, Bunda, Papa, Mama, Papi, Mami semua untuk memberikan hadiah yang menyenangkan di hari ulang tahun anak kesayangan -- dengan menampilkan foto anak di saluran Miao Mi.

Caranya mudah sekali...

Kalian upload foto anak usia di bawah 12 tahun, yang paling lucu dan menggemaskan, di website Miao Mi Birthday Stars, supaya foto anak kalian berkesempatan menjadi Miao Mi Birthday Stars di saluran Miao Mi. Buat Ayah, Bunda, Papa, Mama, Papi, Mami yang senang update foto anak di media sosial, ini saatnya foto anak kalian merambah media massa dengan mejeng di saluran televisi yang memang diperuntukkan bagi anak-anak. Saya sudah terbayang beberapa orang tua yang cukup aktif memajang foto anak mereka di blog maupun akun media sosial, dan kira-kira tertarik ikut serta dalam event ini. Ayo, yang lain juga jangan mau kalah! Hehe.

Jangan lupa...

Pastikan kalian mengirimkan foto anak-anak kesayangan satu bulan sebelum ulang tahun mereka, dalam format JPEG berukuran minimum 2 MB

Miao Mi Birthday Stars akan menayangkan foto anak-anak yang berulang tahun di bulan ulang tahun mereka, secara perdana, pada bulan September 2016, di saluran Miao Mi. Jadi, jika anak kalian berulang tahun pada bulan September dan ingin menjadi Miao Mi September Birthday Stars, segera kirimkan foto anak yang paling menggemaskan mulai dari bulan Agustus ini, ya!

Event ini GRATIS!

Tidak perlu khawatir akan dipungut biaya untuk bisa mengikuti event Miao Mi Birthday Stars di saluran Miao Mi.

Ayo rayakan ulang tahun anak bersama Miao Mi dan teman-temannya di hari istimewa anak! Langsung saja klik Miao Mi Birthday Stars untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.



Tunggu apa lagi?



Cheers!


Have a blessed day!


Thursday 26 February 2015

[THOUGHTS] Kamisan Season 3 #3 : Rumia Zakia


Rumia merapikan meja. Ia meletakkan pinggan berisi dua potong red velvet cake yang sangat disukai oleh kekasihnya. Ia juga meletakkan beberapa bunga kesukaannya sebagai penghias meja.

"Sempurna." Rumia mengagumi hasil karyanya. Dekorasi yang baru saja diselesaikannya sungguh membuatnya begitu bangga dan mulai menerka bagaimana reaksi kekasihnya kelak ketika melihat langsung. Kekasihnya begitu mencintai kesempurnaan.

Rumia meraih ponsel yang ia letakkan di atas kursi makan. Seharusnya satu jam lagi kekasihnya akan sampai. Rumia ingin memastikan bahwa kekasihnya tidak melupakan janji pertemuan malam ini. Ia sudah tidak sabar ingin segera bertemu. Mereka sudah terpisah selama dua bulan dan hanya bisa saling melepas rindu melalui percakapan di beragam aplikasi media sosial yang dapat mereka gunakan. Dengan satu gerakan ringkas, Rumia menekan nomor kontak kekasihnya.

"Halo...." Suara di seberang menjawab panggilan dari Rumia begitu dering pertama selesai berbunyi dan bibir Rumia merekah, tersenyum dengan gembira, dan senyum Rumia semakin melebar ketika mendengar pernyataan yang keluar dari suara kekasihnya. 

Hubungan telepon terputus dan Rumia segera menyiapkan sesuatu.

***

Pilih salah satu.

Zakia menatap ruangan tempatnya menghabiskan waktu selama 8-15 jam sehari, untuk bekerja. Ruangan yang begitu dicintainya. Ruangan yang menjadi simbol eksistensi yang paling ia banggakan, ruangan yang menjadi tempat pertemuan Zakia dan kekasihnya untuk pertama kali dan menyimpan jejak-jejak indah mengenai apa saja yang sudah mereka habiskan di dalamnya sejak dua tahun yang lalu. Ruangan yang sama, yang akan segera Zakia lepaskan untuk menuju ruangan baru yang lebih besar, di tempat yang lebih besar dengan kesempatan yang terbuka lebih lebar dibandingkan yang sudah dimiliki oleh Zakia sekarang; ruangan baru yang menjanjikan bentuk eksistensi yang lebih solid dan membanggakan bagi Zakia.

Zakia menghela napas.

Pilih salah satu.

Dan Zakia memantapkan pilihannya.

***

Rumia menatap layar ponsel. Kekasihnya baru mengabarkan bahwa ia sudah menuju ke tempat Rumia. Rumia memperhatikan foto-foto mereka yang tersimpan di dalam ponsel, hingga sebuah foto terlihat dan mengingatkan Rumia akan kekasihnya; lebih tepatnya, impian kekasihnya. Sebuah foto gedung bertingkat yang menjulang tinggi, berdiri tegak dan terkesan sombong sekaligus penuh percaya diri, dan seolah percaya bahwa dunia berputar dengan gedung tersebut sebagai porosnya.

Rumia pernah diajak oleh kekasihnya untuk ke sana, ke sebuah tempat di sebuah kota besar di negara yang begitu besar. 

"Aku ingin mencapai posisi paling bergengsi yang bisa aku capai melalui pekerjaanku. Satu-satunya impian yang paling menggairahkan bagiku adalah bisa menaklukkan gedung ini."

Kekasihnya mengucapkan kalimat tersebut dengan jenis kebanggaan yang tidak dapat disembunyikan. Rumia tidak pernah bermimpi untuk bisa berada di tempat tersebut. Bisa selalu berasama kekasihnya merupakan satu-satunya impian yang ingin Rumia raih. Itupun, Rumia baru memikirkan tentang mimpi setelah bertemu dan menjalin hubungan bersama kekasihnya. 

Rumia bukan tidak menyadari bahwa kekasihnya merupakan orang yang begitu ambisius dan selalu membuat perencanaan. Satu-satunya hal yang tidak pernah direncanakan oleh kekasihnya adalah menjalin hubungan bersama Rumia dan Rumia merasa sedikit bangga, jika dia diizinkan untuk membanggakan hal tersebut, bahwa ia berhasil membuat kekasihnya terlepas dari kebiasaannya membuat rencana dengan menjadikan Rumia sebagai pasangan.

Tidak ada hal yang lebih membanggakan bagi Rumia kecuali melihat bahwa kekasihnya sudah mendapatkan banyak kesempatan untuk memperoleh satu per satu impiannya, termasuk langkah menuju tempat yang sudah diincarnya sejak masih begitu belia. Dua bulan kemarin adalah langkah awal bagi kekasihnya untuk merengkuh impiannya dengan erat. 

***

Zakia segera membereskan barang-barang pribadi serta sisa-sisa pekerjaan yang harus diselesaikannya. Waktunya tinggal sedikit. 

Pilih salah satu.

Tiga kata yang selalu saja terngiang dan membuat Zakia merasa sangat terganggu.

"Cukup sekali. Cukup sekali saja." Zakia terus membatin, cukup sekali saja dia tidak berpikir matang sebelum mengambil sebuah keputusan, dan tidak perlu ada salah langkah lagi.

Pekerjaan adalah segalanya bagi Zakia dan ia tidak pernah mengizinkan penghalang untuk menjegal langkahnya. Cukup satu kali Zakia membiarkan ada orang lain yang hadir di antara dirinya dan pekerjaan, yang membuatnya nyaris tidak dapat berpikir jernih untuk fokus menaiki tangga karir yang berada tepat di depan mata. Itulah saat-saat di mana pasangannya hadir di dalam kehidupannya dan ruangan kerja menjadi saksi segala intimasi yang bisa mereka rengkuh dengan kilat. Untung saja, pasangannya sudah memilih berhenti bekerja, mereka tidak lagi sering bertemu, dan tidak ada lagi gangguan dalam mencapai nilai paling prestisius bagi semua ambisi pribadi Zakia.

Zakia menunggu saat paling tepat untuk memastikan rencananya. Malam ini. Zakia segera memanggil sekretarisnya ke dalam ruangan. Biarkan sekretarisnya yang mengambil-alih sisa pekerjaannya. Zakia hanya memiliki waktu sekitar 15 menit untuk segera datang ke tempat pertemuan, sudah pasti ia akan terlambat. Zakia bergegas, ia ingin bisa secepatnya memastikan sesuatu dan mengambil keputusan dengan tenang.

***

Lamunan Rumia terhenti ketika ia mendengar pintu pagar terbuka; kekasihnya datang.

"Maaf, aku terlambat..."

Rumia tersenyum, memaklumi. Kesibukan kekasihnya membuat ia sering terlambat jika harus menepati janji pertemuan dengan Rumia, "Tidak apa... Masuklah. Aku sudah menyiapkan hidangan kesukaanmu."

Rumia menggamit tangan kekasihnya, ia pegang dengan erat. Mereka terpisah cukup lama dan Rumia tidak ingin kehilangan satu momen-pun yang membuatnya kehilangan kesempatan untuk menyentuh kekasih yang sangat dicintainya tersebut.

"Aku membuat red velvet cake, aku mencoba resep baru dan aku sangat menjamin bahwa kau akan menyukainya. Cobalah..." Dengan setengah memaksa, Rumia meminta kekasihnya untuk mencoba makanan, yang membutuhkan waktu berhari-hari dan percobaan entah berapa puluh kali, untuk bisa mendapatkan rasa yang sempurna. Kekasih Rumia sangat mencintai kesempurnaan dan Rumia sangat mengenal tabiatnya. Rumia tidak akan suka jika kekasihnya tidak mendapatkan kesempurnaan yang menurutnya sangat pantas diperoleh oleh kekasihnya tersebut -- termasuk soal rasa.

"Enak. Rasanya tepat seperti dugaanku." Dan Rumia tersenyum puas. Sempurna.

"Selesaikan makananmu... Jangan terburu-buru. Aku tahu apa yang kau inginkan dariku."

"Maksudmu?"

"Aku tahu. Aku sangat mengetahui apa yang mungkin sedang kau pikirkan. Aku akan membantumu untuk mengambil keputusan. Hilangkan wajah penatmu. Tolong nikmati malam ini bersamaku tanpa memikirkan apapun."

Rumia menyuapi potongan demi potongan red velvet cake ke mulut kekasihnya sambil terus tersenyum, berusaha meyakinkan dirinya bahwa keputusan yang dia ambil adalah keputusan yang tepat. Tidak ada hal yang lebih dibutuhkan oleh kekasihnya selain hal yang akan segera Rumia lakukan.

"Bantu aku supaya malam ini berakhir dengan indah, sempurna, sesuai dengan rencana yang sudah aku persiapkan. Hanya itu keinginanku malam ini. Selebihnya, kau akan bebas."

"Jelaskan apa maksudmu, Rumia?"

"Sudah satu jam berlalu, seharusnya sebentar lagi reaksinya dimulai. Tenang saja, tanpa jejak. Dan aku memastikan bahwa kau tidak akan sampai dilibatkan setelahnya. Kau akan bebas. Percayalah."

"Aku tidak mengerti."

Rumia menatap mata kekasihnya, mata yang begitu dipujanya, "Kau akan segera mengerti."

Tangan Rumia kemudian membelai rambut kekasihnya, "Aku sangat mencintaimu..."

Tidak ada yang bisa menghalangi Rumia untuk mencintai kekasihnya, bahkan hingga melebihi cinta Rumia terhadap dirinya sendiri. Cinta yang membuatnya berani meminum racun mematikan demi memberikan kebebasan bagi kekasihnya untuk mengepakkan sayapnya lebih lebar, terbang lebih tinggi, dan mencapai angkasa.

"Aku tidak ingin memberikan beban kepadamu. Impianmu adalah hal yang lebih penting dibandingkan diriku dan aku tidak ingin menjadi penghalang bagi dirimu untuk mencapai impianmu tersebut. Pergilah dengan tenang, kejar mimpimu. Kau tidak perlu memilih untuk meneruskan hubunganmu denganku. Aku melepasmu."

Rumia memegang kedua pipi kekasihnya, "Ingatlah satu hal. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu..."

Dan tarikan napas terakhir menghentikan segalanya, untuk selamanya. Rumia sudah tiada.

Zakia menikmati semua momen yang sudah diciptakan Rumia untuknya di perjamuan terakhir mereka. Zakia tahu bahwa Rumia akan melakukannya, tanpa Zakia harus meminta Rumia untuk melepasnya.

Satu hubungan yang di luar rencananya, yang berpotensi menghancurkan seluruh image dan karir Zakia, sudah secara resmi berakhir. Kini Zakia bebas melangkah. Tempat baru yang menjadi impiannya sudah menunggu.


Have a blessed day!

Wednesday 10 December 2014

Danuh*

*
Karya Ahmad Zaki Fauzi yang diikutsertakan di #SGANia November.


Ribuan debit hujan menghunjam bumi Jakarta. Pecahan-pecahannya umpama serpihan intan. Indah namun dingin dan menyakitkan. Aku berlari sembari menyembunyikan lembaran kertas dalam dekapanku. Tujuanku saat ini hanya satu; berteduh.
Gerombol hujan masih terdengar mengerikan di permukaan kanopi di sebuah gerai fotokopi tempatku berteduh. Mereka mengetuk-ngetuk seolah ingin merobek apa pun yang menghalangi tujuan mereka sampai ke tanah. Tidak banyak orang lain yang berani lalu lalang tanpa memakai payung maupun jas hujan. Hujan siang ini terlalu deras.
Di sini, di tempatku berdiri, hanya ada dua orang petugas gerai yang masih sibuk mengurusi fotokopi pesanan pelanggan dan sepasang mahasiswa kampus yang juga berteduh.
Kudekap lebih erat lembaran kertas yang masih tersisa. Seolah hari ini bernasib sial, lima belas koran ibu kota masih di tanganku dan bertambah sial lagi ketika aku mendapati ujung-ujung beberapa koranku basah terciprat air kecokelatan. 
“Seharusnya nggak berlari terlalu keras,” gumamku lirih meratapi koran demek ini terciprat-ciprat ketika berlari tadi.    
Bola mataku beralih ke gadis berjilbab modis, perempuan yang berdiri di samping kekasihnya itu ternyata tengah mengamatiku. Kedua matanya yang indah nan lentik mendadak berputar ke arah lain, diikuti wajahnya yang berpaling dari menatapku, seolah-olah aku ini sampah yang menjijikkan.
Dia ramping, tinggi, cantik, sepadan dengan lelaki necis yang diapit lengannya olehnya. Ada yang salah dengan diriku, aku merunduk tersadar betapa mengerikannya diriku. Kotor. Kumuh. Kusam. Dekil. Bau. Tidak sama seperti mereka. Dengan derajat di tingkat paling rendah dalam berpenampilan, aku memang seperti itu.
Hujan mulai reda namun langit siang ini masih dinaungi bergulung-gulung awan hitam. Pekat dan gelap, seakan waktu berputar cepat menjelang magrib. Sepasang mahasiswa tadi sudah meninggalkan tempat ini, dengan sebelumnya, lagi-lagi gadis itu menoleh ke arahku, mencibirku meski tanpa suara.
Kini jalan di depan gerai fotokopi kembali dipadati motor dan orang-orang yang berlalu lalang. Setelah hujan reda, aktivitas kembali seperti sedia kala. Tukang rujak buah kembali mengelap etalase buahnya. Ibu penjual pecel keliling merapikan dagangannya, kemudian mengangkat nampannya kembali ke atas kepala.  
Titik-titik hujan seperti kapas sudah tidak terasa lagi ketika aku merentangkan telapak tanganku ke langit. Mudah-mudahan, benar-benar reda. Aku merapikan lembaran-lembaran koran itu, menyusunnya kembali, meski kotor di ujung-ujungnya tidak bisa kusembunyikan. Bagiku, setiap lembar kertas ini adalah receh. Pekerjaan ini selaksa tempat memupuk mimpi dan harapan untuk mengumpulkan barang seratus dua ratus keping uang. Jauh lebih bermanfaat daripada mengamen dengan tubuh penuh tindik dan rambut sepotong punuk kuda yang membuat penumpang di dalam mobil diliputi ketakutan. Mungkin hasil dari mengamen lebih menjanjikan, namun menjual koran membuatku betah berlama-lama mencari berkah. Ibu yang mengajarkanku tentang keberkahan.
Aku memasukkan uang kembali ke dalam saku. Baru terkumpul delapan belas ribu lima ratus, dipakai untuk makan di warteg saja sudah habis, jika pun tersisa mungkin tinggal lima ribu. Lima ribu mana cukup untuk membeli obat ibu. Obat warung yang khasiatnya itu-itu saja tidak banyak membantu meski harganya lebih murah. 
“Ibu muntah darah?” tanyaku sembari menggenggam salah satu lengan ibu, saat itu dua hari yang lalu.
Ibu menggeleng. “Cuma batuk biasa,” lanjutnya lalu meraih air putih dan meminumnya. Ia kembali bersandar di tumpukan bantal di atas kasur. 
Mata ibu kembali menerawang, meratapi kesendiriannya yang malang lantaran suami jarang sekali pulang. Sekali pulang, ada saja yang diributkan. Mulai dari hal kecil sampai hal besar.
“Ibu mau cerita, mungkin ini dongeng yang tidak pernah ibu uraikan. Dahulu, sepasang kekasih mengikrarkan janji untuk sehidup semati. Keduanya jatuh hati karena memiliki hobi yang sama, kemiripan yang sama. Mereka hobi membuat busur lengkap dengan panah. Si wanita menikmati setiap detik belajar memanah bersama si pria. Si pria pun merasakan hal yang sama. Dua tahun menikah, buah hati mereka lahir, anak laki-laki yang menggemaskan,” ibu menghela napas, kubiarkan jeda yang cukup lama di sana. “Janji sehidup semati kandas. Si pria tidak betah berlama-lama hidup dengan kondisi kurang berkecukupan. Pria itu memilih mengadu nasib dengan berjudi. Lupa waktu. Lupa istri. Lupa anak. Mencampakkan semuanya.”
Aku memilih memijit kedua betis ibu, alih-alih penasaran mendengarkan dongeng selanjutnya aku memilih terdiam. Seolah menangkap sesuatu yang menarik, kedua mataku menatap sebuah busur dan panah menggantung di dinding kamar. Itu panah kami, panah yang dahulu pernah ayah ajarkan untuk berburu kelinci hutan saat kami masih tinggal di kampung. Aku masih ingat, meski saat itu berusia tiga tahun jalan.  
“Anak laki-laki mereka tumbuh dengan ceria, meski hidup dalam keluarga yang kurang berkecukupan. Tidak seperti teman-temannya yang bebas jajan es dan menikmati gulali.”
“Bu,” aku menginterupsi, aku merasa kehidupan anak laki-laki itu tidak jauh berbeda dengan kehidupanku. “Anak laki-laki itu sama seperti kitaya, maksud aku sama sepertiku?”  
Ibu mengangguk lemah.“Persis. Seumuran. Mereka seperti anak kembar.”
“Siapa namanya, bu?” aku tak sabar, siapa tahu setelah mengetahui hal ini aku mendapatkan teman yang senasib serupa seperuntungan.
 “Danuh.”
Saat itu, kepalaku pusing. Dunia seakan berputar. Ini bukan dongeng. “Itu namanya sejarah, bu. Sejarah tentang aku. Aku ‘kan sudah mau naik kelas enam, kata kakak kelasku yang udah duduk di SMP, nanti di sana kita belajar sejarah.”
Ibu tersenyum mendengarkan celotehku, seolah-olah aku ini komidi kuda mini yang tengah berputar, yang membuatnya melupakan kesedihan-kesedihannya.
“Kenapa harus Danuh, bu?”
“Saat ibu memanggil Danuh, ibu merasa jiwa sagitarius —pemanah— berada di dalam nama itu. Mungkin karena sebuah nama begitu berarti sehingga saat kita menjadi orang tua, kita akan memilih nama yang baik untuk anak kita. Nama yang akan membuat kita terkenang saat memanggil dirinya.”
“Nama yang bagus, bu. Ibu pasti membela mati-matian saat nama itu diberikan kepadaku.”
“Ya. Karena saat itu ayahmu ingin nama kamu Antonio,” ibu terkekeh lalu terbatuk-batuk kecil. “Makan dengan sambal terasi pakai nama Antonio, mbok ya ndak pas rasanya.”
Aku ikut terkikik juga membayangkannya. Geli sendiri. “Danuh, bu. Nama anak itu sekarang, Danuh.”
“Ya, Danuh.”
Aku tersadar ketika salah satu petugas gerai fotokopi mengusirku, katanya kehadiranku berdiri di sini membawa sial, menjadikan pelanggan enggan memfotokopi tugas-tugas mereka karena jijik kepadaku. Sebegitunya ‘kah?
Baru lima langkah aku meninggalkan gerai fotokopi, tiba-tiba terdengar suara lelaki dewasa menyebut-nyebut namaku. Kupikir aku masih berada dalam dunia imajiku bersama ibu, namun ternyata lelaki itu mendekat ke arahku. Napasnya menderu, bahunya mengguncang karena letih mencari-cariku.
Aku mundur satu langkah, mengambil ancang-ancang seandainya ia bersiap menyakitiku lagi. Ya, lagi, bukan hanya sekali dua kali, namun lebih dari lima kali. Untuk satu dan ribuan alasan lain, aku tidak mau menceritakan hal ini kepada siapa pun. 
“Tenang,” lelaki itu berbisik, pelan namun terdengar jelas. “Danuh, pulanglah. Sudah kubunuh ibumu dengan panah kesayangan kita. Agar kamu tidak usah lagi mencari seperak dua perak untuk biaya berobat ibu, Nak.”
Begitulah ayah, sudah kubilang, untuk satu dan ribuan alasan lain aku begitu membencinya.[]

Rabu, 10 Desember 2014
  21:43 WIB

Cisauk, Tangerang

Kepada: Tuan Pemilik Nama dalam Doa*

*
Karya Zulfy Rahendra yang diikutsertakan di dalam #SGANia November.


Kepada: Tuan Pemilik Nama dalam Doa

Dear,
Tuan, saat ini saya sedang mendengarkan sebuah lagu.

......
Seberapa hebat kau untuk kubanggakan?
Cukup tangguhkah dirimu untuk selalu kuandalkan?
Mampukah kau bertahan dengan hidupku yang malang?
Sanggupkah kau meyakinkan di saat aku bimbang?
......
                                 (Seberapa Pantas – Sheila on 7)                                                                               

Lagu itu membawa saya mengingat pahlawan saya. Dia yang sangat hebat sehingga saya amat bangga padanya. Dia yang,saking tangguhnya, membuat saya jadi mengandalkan apapun kepadanya. Dia yang rela berpeluh demi menghindarkan saya dari hidup malang. Dia yang selalu meyakinkan saya, mendukung saya, memberi jalan pada setiap pilihan saya, mengeluarkan saya dari kebimbangan. Jadi, Tuan, izinkan saya bercerita kepadamu. Tentang dia, pahlawan saya.

Dia biasa saja, Tuan. Dia tidak mewariskan wajah rupawan atau harta yang tidak habis dimakan tujuh turunan kepada saya. Sangat biasa. Dia mungkin akan dikenali karena banyaknya pintu terbuka dimanapun dia berada. Dia mungkin akan dikenali karena kemampuannya membuat orang-orang di sekelilingnya tertawa dan merasa nyaman. Namun selebihnya, dia hanya orang biasa, mungkin tak kasatmata bagi yang belum mengenalnya. Percayalah, Tuan. Setelah mengenalnya, kamu akan, paling tidak, menganggap dia bukan sekadar pengisi bumi. Dia tak bertopeng. Dia selalu adalah dia. Dia hanya orang baik, yang karena takdir mempunyai kewajiban menjaga saya. Dan syukurlah, dia melakukannya dengan sangat baik. Dialah yang membentuk saya menjadi manusia seperti sekarang.

Tuan,
Kamu salah satu orang yang mengetahui dengan baik bagaimana kedekatan saya dengan dia. Dia adalah sahabat, penjaga, tulang punggung, tangan kanan, tangan kiri, jantung, paru-paru, kaki kanan, kaki kiri, saat ini dia adalah seperempat jiwa saya; dia adalah sebuah Horcrux, Horcrux paling berharga. Kepadanya saya meminta saran, kepadanya saya mengeluh, kepadanya saya menangis meminta perlindungan. Hingga usia saya yang sudah lebih dari cukup untuk dikatakan dewasa ini, dia selalu ada. Bahkan ketika jauh, mengetahui bahwa dia ada dan hidup saja sudah membuat saya tenang dan sanggup menghadapi matahari. Mungkin karena saya tahu, sejauh apapun jarak kami, dia akan dapat menemukan saya ketika saya membutuhkannya. Mungkin karena saya tahu, sejauh apapun dia, dia selalu ada, siap, menjaga. Mungkin karena saya tahu, selama dia ada, semuanya akan baik-baik saja.

Dia mengajarkan saya kejujuran. Katanya, jika ingin memiliki anak yang baik, mulailah memberi anakmu makan dari makanan yang didapat dengan cara yang baik. Dia yang mengajarkan saya keteguhan. Ujarnya, bertanggungjawablah dengan pilihan apapun dalam hidupmu. Dia yang mengajarkan saya kesetiaan. Sabdanya, bertahanlah dan jangan pernah mengecewakan orang yang sudah mempercayaimu. Dia yang mengajarkan saya kedewasaan. Ucapnya, diamlah jika marah, kelak kamu akan menyesali segala ucapanmu. Dia yang mengajarkan saya cara menghormati. Katanya, perlakukanlah siapapun, seperti kamu ingin diperlakukan. Dia yang mengajarkan saya menertawakan hidup. Ujarnya, bahagia itu pilihan, hidup tak jadi lebih mudah dengan mengeluh.Bahkan dia mengajarkan saya cara mencintai. Katanya, lebih mudah mencintai daripada dicintai, karena seringkali dicintai seperti memikul beban, keharusan mencintai kembali atau penanggungan rasa bersalah.

Dia masih memperlakukan saya selayaknya bayi kecil bertulang rawan. Kadang, itu terasa menganggu. Benar, Tuan. Pahlawan itu pernah saya anggap menganggu. Dia selalu berkeras mengantar jemput saya, menghubungi saya ketika saya pergi kemana pun sendirian, mengetahui semua aktivitas saya. Dia memiliki ketakutan berlebih. Ketakutan kehilangan saya. Seakan dia tidak mempunyai kepercayaan terhadap saya. Hei, saya juga bisa jaga diri! Dan lalu kami beradu mulut. Dia berkata setengah marah setengah kecewa, katanya saya belum tahu rasanya menjadi dia. Ketika benda berharga dibiarkan pergi tanpa penjaga. Dia takutterjadi sesuatu yang buruk kepada saya, saya yang berada dalam tanggung jawabnya. Saya rasa dia tidak sanggup menanggung beban perasaan bersalah jika gagal menjaga saya padahal dia masih punya kekuatan melakukannya.

Tentu kami tak selamanya akur, Tuan. Saya dan Sang Pahlawan. Saya, selalu merasa lebih tahu, lebih mengerti, lebih ingin menantang kehidupan. Dan dia, berdiri di sana, membesarkan saya untuk kemudian dilihatnya pergi. Dia sering sekali memarahi saya karena keputusan-keputusan saya yang gegabah, sikap saya yang masih sering ceroboh, keengganan saya bersikap terbuka. Paling sering karena saya sulit sekali diminta melakukan sesuatu, atau karena kecenderungan kompulsif saya menimbun buku. Pada akhirnya, segala alasan kami bertengkar selalu berbalik pada fakta, bahwa dia melakukan ini untuk saya. Dan siapalah saya tanpa dia. Segalak apapun dia memarahi saya, dia jugalah orang yang bersedia berdiri di depan saya jika ada orang yang ingin menebas kepala saya.

Oya, Tuan.
Pahlawan saya sangat sibuk. Dia bukan hanya menjaga saya, tapi juga menjaga seluruh keluarganya, sahabat-sahabatnya. Adik-adiknya, kakak-kakaknya. Semuanya. Mereka selalu datang kepadanya ketika membutuhkan kekuatan pahlawan saya. Saya selalu bangga. Bangga oleh kenyataan, bahwa diantara mereka semua, sayalah teristimewa. Betapa saya menyayangi dia, Tuan.

Tuan,
Di titik ini saya berdoa. Saya ingin meminta. Kepada Tuhan. Berharap kamu, paling tidak, memiliki separuh saja kekuatan pahlawan kesayangan saya. Kepadamu, Tuan, kelak saya akan menggantungkan seluruh hidup saya. Pahlawan kesayangan saya telah menjaga saya sejauh ini, dengan amat sangat baik, sepenuh hatinya, dengan jiwa raganya. Dia telah memberikan seluruh hidupnya buat saya. Kelak, mungkin saya tidak akan meminta sebanyak itu kepadamu. Hanya saja, Tuan, yakinkanlah saya. Yakinkan saya agar saya sanggup berlepas dengan ikhlas dari Sang Pahlawan. Agar saya percaya kamu mampu menjaga saya sebaik dia. Kamu tidak perlu menjadi dia, Tuan. Percayalah. Hanya saja, milikilah separuh kekuatannya. Kemampuan diandalkan, kesanggupan bertahan menjaga, keberanian menentukan pilihan, keteguhan bertanggung jawab. Apa permintaan saya terlalu banyak, Tuan?

Tuan,
Dia adalah cinta pertama saya. Dia akan selamanya menjadi pahlawan dalam hidup saya. Jangan menjelma dia, Tuan. Saya hanya berharap kamu mempunyai kebaikan yang sama dengan dia. Jadilah pahlawan baru dalam hidup saya. Sanggupkah kamu menggantikan dia menjaga saya? Kelak dia akan ikut menilaimu, Tuan. Saya sungguh berharap Tuhan memberi kesempatan dia melepas saya kepada kamu. Dan semoga Tuhan juga memberi saya kesempatan melihat anak saya kelak menulis surat semacam ini buatmu.

Sudah ya, Tuan. Baik-baik di sana. Semoga Tuhan menjaga kamu.

Salam.





P.S. Saya memanggil dia Ayah. 

...

Tulisan ini diikutsertakan di dalam #SGANIA bulan November 2014 [http://kata-nia.blogspot.com/2014/11/SGANia-Nov2014.html]

Tuesday 9 December 2014

Setiap Orang adalah Pahlawan bagi Kotanya*

*
Karya dari Mbak Hobbit yang diikutsertakan di #SGANia November ft Lawang Buku, dan dikirimkan melalui email



Setiap Orang adalah Pahlawan Bagi Kotanya
Tiap orang punya kesempatan yang sama untuk jadi pahlawan.” –Ainun Chonsum-

Langit kota Makassar mendung, sama mendungnya dengan pemberitaan di media tentang kota ini. Musim hujan sudah tiba. Penghujung November sampai dengan awal bulan April mungkin waktu yang tepat agar kota ‘panas’ ini diguyur hujan. Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah mengumumkan kenaikan BBM sejak tanggal 18 November 2014 lalu. Makassar bahkan sudah ‘beraksi’ jauh sebelum pengumuman kenaikan disahkan oleh orang nomor satu di republik ini.
 











Kota dengan populasi 1,4 juta jiwa ini—menempati urutan kelima kota terpadat di Indonesia[1]—telah membangun image-nya sendiri. Berdiri di atas pemberitaan besar-besaran oleh media, tentu saja dengan bantuan beberapa oknum masyarakat yang ‘membenarkan’ anggapan masyarakat Indonesia dan bahkan mungkin dunia bahwa kota ini adalah kota yang menakutkan.
Tidakkah Sultan Hasanuddin menangis dalam kuburnya mengetahui bahwa keturunannya sedang ‘berjuang’ membuat kota ini terkenal dengan manusia keras dan kasarnya?
Setiap 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Suasana Hari Pahlawan di kota Daeng—dilihat dari kotak persegi bernama televisi—diwarnai dengan demonstrasi di mana-mana bahkan hingga memasuki awal bulan Desember ini[2]. Lalu, apakah tindakan yang dilakukan ‘sebagian kecil’ masyarakat dengan demonstrasi mencerminkan sikap kepahlawanan?
Pahlawan bisa berarti lebih luas. Tak perlu angkat senjata melawan penjajah pun semua orang bisa jadi pahlawan. Tak perlu memegang bambu runcing, semua orang punya kesempatan untuk jadi pahlawan. Tak perlu menjadi guru, tak perlu menunggu punya jabatan tinggi, tak perlu menjadi yang berkuasa, semua orang adalah pahlawan bagi lingkungannya.
Setiap orang memiliki jiwa pahlawan dalam dirinya. Jiwa kepahlawanan itu tercermin dalam sikap empati. Dengan empati tersebut, seseorang akan selalu memiliki keinginan untuk menolong orang lain. Jadi, pahlawan dapat diartikan sebagai semua orang yang punya jasa terhadap lingkungannya—sekecil apapun yang ia lakukan.
Mari tinggalkan demonstrasi destruktif[3]ala beberapa oknum yang justru membuat citra sebuah kota semakin buruk di mata umum. Mari menengok oknum lain yang berusaha membuat sebuah kota menjadi lebih bermartabat, kreatif, dan tentunya lebih berwarna. Orang-orang dengan pikiran positif yang memiliki jiwa pahlawan di dalam dirinya.
Ada banyak cara untuk memajukan sebuah kota, salah satunya dengan gerakan-gerakan positif. Salah satu contoh adalah Akademi Berbagi. Akademi berbagi adalah gerakan sosial yang bergerak pada bidang pendidikan dan volunteerism.Akademi berbagi tersebar di lebih 30 kota—termasuk Makassar—di Indonesia dengan jumlah relawan kurang lebih 200 orang. Akademi berbagi membuka kelas-kelas gratis di seluruh Indonesia dengan pengajar profesional di bidangnya yang juga berbagi tanpa dibayar sepeser pun. Gerakan atau komunitas yang terbentuk empat tahun silam ini memiliki tagline‘Berbagi Bikin Happy’. Kenyataannya, berbagi memang selalu menyenangkan bukan?






Maka, untuk orang-orang yang dengan sukarela ingin berbagi—mereka yang bekerja tanpa menuntut bayaran dalam bentuk apapun—semangat kepahlawanan pantas diberikan. Mereka hadir dalam bentuk pahlawan dalam bidangnya masing-masing.
Di Makassar sendiri gerakan-gerakan seperti itu bukan tidak ada, melainkan tidak dikenal secara luas—mungkin tertutupi oleh berita demonstrasi yang ‘nyatanya’ tidak lebih besar dari gerakan sosial itu sendiri. Ada lebih 75[4]komunitas kreatif di Makassar yang anggotanya terdiri dari orang-orang dengan latar belakang yang berbeda. Orang-orang itulah yang bergerak untuk memajukan sebuah kota. Bukan hanya komunitas, berbagai kegiatan positif pun telah dilaksanakan. Sayangnya, sebagian besar media tidak cukup baik untuk menyebarluaskannya.
Ada ribuan bahkan jutaan orang di balik gerakan, kegiatan, dan komunitas keren dan positif yang dilaksanakan di sebuah kota. Mereka itu adalah pahlawan-pahlawan yang berusaha membangun kotanya agar tetap baik di mata umum. Bahkan orang-orang yang melakukan demonstrasi pun, selama tak merusak dan merugikan orang lain, mereka layak disebut pahlawan.
Setiap orang punya kesempatan yang sama untuk menjadi pahlawan bagi kotanya. Setiap orang punya hak yang sama untuk memajukan kotanya. Apapun proesinya. Apapun latar belakang pendidikan dan keluarganya.
Hal kecil pun bisa berdampak sangat besar bagi orang lain. Sama seperti demonstrasi yang hanya dilakukan oleh sebagian kecil orang bisa berdampak bagi sebuah kota—entah positif ataupun negatif. Stigma dan pemberian cap sebagai kota tidak aman, kota kasar, dan kota anarkis mengikuti pemberitaan negatif atas sebuah kota. Berlaku untuk kebalikannya. Maka, masyarakatnyalah yang punya wewenang penuh untuk menjadikan sebuah kota menjadi lebih baik di mata masyarakat umum.
Tak salah bila setiap Hari Pahlawan juga diapresiasi kepada mereka yang memiliki semangat patriotisme untuk memajukan kotanya. Sebab setiap orang adalah pahlawan untuk kotanya.
Bisa jadi Sultan Hasanuddin dan pahlawan lainnya bangga mengetahui keturunannya masih ada yang memiliki sifat patriotisme.





 










Selamat Hari Pahlawan.
Selamat Hari Relawan Internasional[5].
**

@mbakhobbit, 5 Desember 2014.


*Tulisan ini diikutsertakan di dalam #SGANIA bulan November 2014 [http://kata-nia.blogspot.com/2014/11/SGANia-Nov2014.html]





[1] Berdasarkan data Kementrian Dalam Negeri dalam Buku Induk Kode dan Data Wilayah 2013
[2] Silakan ketik ‘Berita Makassar’ atau ‘Mahasiswa Makassar’ dalam kotak pencarian google.
[3] KBBI : Bersifat destruksi (merusak, memusnahkan, atau menghancurkan)
[4] Berdasarkan data www.komunitasmakassar.org, ada 75 komunitas yang terdaftar dan ikut berpartisipasi dalam Pesta Komunitas Makassar (24-25 Mei 2014).
[5] International Volunteer’s Day diperingati setiap tanggal 5 Desember